Bila Aku Menikah Nanti dan Itu Bukan Denganmu


Aku mengenakan gaun putih gading dengan hiasan renda sederhana dan beberapa manik-manik yang menempel di sudut-sudutnya, sementara lelaki di sebelahku mengenakan kemeja putih dengan jas dan celana hitam yang pas ditubuhnya.

Penyanyi yang kuminta untuk mengisi hari bahagiaku, mungkin saat itu sedang melantunkan “Love to be loved by you” kau tentu tak asing dengan lagunya. Lagu yang berulang kali kukatakan harus ada di hari pernikahanku.

Di disi kiri pelaminan teman-temanku sedang duduk dan saling bercanda, mungkin saja mereka tengah menertawakan atau menyayangkan cerita kita. Tak apa, toh beberapa kisah memang datang sebagai lelucon agar hidup tak melulu berisi kesedihan.

Beberapa orang akan mengomentari bahwa aku dan lelaki di sebelahku adalah pasangan yang cocok. Tentu saja, setelah masing-masing kami patah dan jatuh, akhirnya kami saling menemukan dan berkompromi untuk tak saling menyakiti.

Lelaki di sebelahku sepanjang waktu terus menggenggam tanganku, sesekali menoleh ke arahku sembari membisikkan “i love you” ucapan yang tulus–terlihat dari binar matanya. Aku menjadi orang paling bahagia dan tak akan rela menukar hari ini dengan seluruh isi dunia sekalipun.

Aku sesekali akan mencuri pandang ke arahnya dan bersyukur atas hari ini. Tak ada lagi rasa kecewa, patah hati dan luka-luka yang pernah seolah hanya seperti kisah di sebuah buku yang telah selesai aku baca.

Aku akan mengundangmu, tentu saja. Kita tidak bersama, tapi telah sama-sama tumbuh dan belajar melatih kesabaran dan memahami arti cinta, hingga akhirnya masing-masing kita menemukan rumah yang selama ini kita cari tapi tak ada di diri masing-masing.

Datanglah dengan suka cita, sebab aku yang tengah berbahagia tak kan sampai hati melihat kau terluka.

Tinggalkan komentar